by

Budidaya Nila Sistem Bioflok Bisa Turunkan Stunting di Indonesia Timur

JAKARTA:- Budidaya ikan nila sistem bioflok yang dilakukan di Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur menuai hasil yang menggembirakan.

Hal ini terbukti dengan panen parsial perdana sebanyak 100 kg ikan Nila yang dilakukan di seminari Pius XII Kisol, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) lada  tanggal 2 Maret 2020 yang lalu dan direncanakan hingga akhir Maret total panen mencapai sekitar 300 kg.

Kelompok seminari Pius XII Kisol merupakan penerima 2 paket bantuan budidaya ikan nila sistem bioflok dari Kementerian Kelautan dan Perikaknan (KKP) yang diberikan pada tahun 2019. Bantuan ini diberikan dengan pendampingan langsung oleh Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto menyatakan bahwa penerapan teknologi bioflok pada komoditas ikan nila merupakan sebuah langkah konkrit guna meningkatkan produksi ikan air tawar nasional. Ia juga menegaskan pentingnya membangun kawasan Indonesia Timur, secara khusus daerah – daerah yang masih minim terjamah oleh informasi teknologi.

“Potensi sumberdaya alam yang tinggi di kawasan Indonesia bagian timur harus dapat kita manfaatkan dengan menciptakan alternatif usaha berbasis inovasi teknologi budidaya. Teknologi budidaya ikan sistem bioflok yang diperkenalkan diharapkan akan mampu meningkatkan nilai sumberdaya alam yang ada dan memicu ruang pemberdayaan masyarakat yang lebih luas, serta akan menumbuhkan ekonomi masyarakat lokal” kata Slamet, Kamis (12/3).

Sebelumnya pada tahun 2019 KKP telah menggelontorkan 260 paket bantuan budidaya ikan lele/nila sistem bioflok yang tersebar di 32 provinsi dan 121 Kabupaten/Kota. Total nilai bantuan yang telah diserahkan mencapai lebih dari 44 milyar rupiah.

Slamet menambahkan “Saat ini produk nila telah menjadi sumber gizi yang cukup digemari di masyarakat, untuk itu teknologi bioflok khususnya untuk komoditas nila akan terus didorong di berbagai daerah sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.”

“Selain memenuhi kebutuhan gizi dan peningkatan konsumsi ikan nasional, kegiatan ini juga ampuh untuk menurunkan prevalensi stunting atau hambatan pertumbuhan tubuh. Dengan semakin banyak anak Indonesia mengkonsumsi ikan, diharapkan akan lahir generasi baru yang tumbuh sehat, bergizi baik dan bebas dari stunting ”pungkas Slamet.

Menurut data sementara dari Badan Pusat Statistik (BPS) angka stunting pada tahun 2019 cenderung mengalami penurunan sebesar 27,7 persen, namun angka stunting tertinggi ada di NTT yang mencapai 43,8 persen. Oleh karena itu, dengan dikembangkan budidaya nila sistem bioflok di NTT sangat tepat, dikarenakan dapat menjadi solusi untuk memenuhi gizi masyarakat sekitar.

Sementara itu penanggung jawab Seminari Pius XII Kisol, Marsel Zosimus Erot menghaturkan terimakasih kepada KKP atas kepercayaan yang diberikan kepada seminari yang diasuhnya. Ia juga menyoroti keunggulan sistem bioflok yang minim menggunakan air sangat cocok untuk diterapkan di daerahnya.

“Sebelum kami mengenal sistem bioflok ini, budidaya ikan air tawar seperti nila masih membutuhkan bak permanen dan harus di lokasi yang memiliki saluran irigasi yang baik. Dengan sistem bioflok ini,  penggunaan air bisa diefesiensikan, namun disisi lain produktivitas bisa ditingkatkan berkali lipat” kata Marsel.

“Kami berharap agar budidaya ikan air tawar sistem bioflok ini dapat semakin diperbanyak untuk dapat memenuhi gizi dan protein masyarakat, khususnya di daerah Manggarai Timur” tutup Marsel.

Sebagai informasi, produksi ikan nila di provinsi NTT mengalami kenaikan yang cukup signifikan dalam kurun waktu 2016-2018. Sebelumnya pada tahun 2016 produksi nila di NTT hanya mencapai 823,5 ton, sedangkan pada tahun 2018 sudah mencapai 2.834,3 ton atau mengalami kenaikan hingga 3,5 kali lipat.(*/yok)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.