Oleh : SYAHRIM S.Pd.I*
Kita lihat bersama sekarang ini setiap mau Pilkada maka makin banyak intrik dan cara untuk melenggangkan para calon supaya bisa duduk meraih kursi kekuasaannya walaupun dengan cara-cara kurang beradab salah satunya dengan pembunuhan karakter, memakai bantuan para normal serta cara-cara lainnya yang tidak terpuji.
Sebagaimana sebilah keris sudah digunakan oleh orang Melayu sejak zaman pemerintahan Kesultanan Melayu, lebih daripada 800 tahun yang lalu terutamanya di kalangan pendekar, pahlawan serta kalangan pembesar istana. Keris juga merupakan salah satu alat kebesaran bagi raja-raja atau lambang kekuasaan/kedaulatan. Sejarah keris Melayu mempunyai cerita yang panjang. Bisa dikatakan permulaannya dari Tanah Jawa. Sang Guna adalah orang pertama di zaman Sultan Muhammad Syah Malaka yang telah membuat keris tempa panjang, berukuran tiga jengkal. Unsur logam campuran besi dan pecahan meteorit adalah bahan utama dalam membuat keris tersebut.
Keris adalah senjata, sekaligus karya seni yang bernilai tinggi. Fungsi keris mengalami perubahan, dari yang semula sebagai senjata kemudian berubah menjadi benda keramat, pusaka yang dipuja, lambang ikatan keluarga, tanda jasa, tanda pangkat atau jabatan, jika sebuah keris ingin memiliki kemampuan yang hebat maka sewaktu pembuatan nya diperlukan ritual-ritual khusus dari para pembuat keris supaya memiliki kekuatan supranatural makin bayak khodam yang ada di dalam keris maka makin saktilah orang yang menggunakannya dan keris akan di anggap hanya mainan apabila bentuk dan khodamnya tidak ada jadi semakin cantik pamor gagang dan sarung serta banyak nya khodam yang menghuni sebilah keris maka semakin tinggi dan sakti lah orang yang memilikinya. Begitu juga dalam pilkada disebut juga dengan “Political Market” (Dr. Indria Samego). Artinya bahwa pemilihan umum adalah pasar politik tempat individu/masyarakat bernteraksi untuk melakukan kontrak sosial (perjanjian masyarakat) antara peserta pemilihan umum (partai politik) dengan pemilih (rakyat) yang memiliki hak pilih setelah terlebih dahulu melakukan serangkaian aktivitas politik yang meliputi kampanye, propaganda, iklan politik melaluiu media massa cetak, audio, maupun audio visual serta media lainnya seperti spanduk, pamflet, selebaran bahkan kamunikasi pribadi secara tatap muka atau lobby yang berisi penyampaian pesan mengena program, platform, asas, ideologi serta janji-janji politik lainnya guna meyakinkan pemilih sehingga pada pencoblosan dapat menentukan pilihannya terhadap salah satu partai politik yang menjadi peserta pemilihan umum untuk mewakilinya dalam badan legislatif maupun eksekutif.
Pilkada sebagai wujud demokrasi dan salah satu aspek yang penting untuk dilaksanakan secara demokratis Semua demokrasi modern melaksanakan pemilihan. Namun tidak semua pemilihan adalah demokratis. Karena pemilihan secara demokratis bukan sekedar lambang, melainkan pemilihan yang harus kompetitif, berkala, inklusif (luas), dan definitif untuk menentukan pemerintah. Terdapat berbagai macam alasan mengapa Pilkada menjadi variabel penting suatu negara, salah satunya merupakan suatu mekanisme transfer kekuasaan politik secara damai. Legitimasi kekuasaan seseorang a tau partai politik tertentu tidak diperoleh dengan cara kekerasan. Namun kemenangan terjadi karena suara mayoritas rakyat didapat melalui pemilu yang fair. Demokrasi memberikan ruang kebebasan bagi individu.
Oleh karena itu bermacam-macam cara akan dilakukan oleh para calon kepala daerah untuk mencapai tujuannya yaitu memudahkannya untuk menduduki kursi kepala daerah. Sebab, basisnya sekarang adalah modal politik dan jaringan politik yang menentukan kemenangan. Artinya, mereka yang bisa menjadi kepala daerah adalah yang punya banyak uang atau punya jaringan politik kuat. Siapa mereka Pengusaha atau incumbent (tokoh politik yang tengah berkuasa). Inilah jawaban kenapa sebagian besar gubernur, bupati, dan wali kota yang menang, kalau bukan tokoh politik, ya, pengusaha.
Mereka akan menghalalkan segala cara untuk mencapai kekuasaannya antara lain saling menikam atau membunuh karakter lawan politik serta menjagal lawan politik yang dianggap pesaing kuat dengan cara memborong partai politik yang memenangkan pemilu. Salah satunya adalah di Kepri dimana menurut kabar yang sering kita dengar di kedai kopi ada salah satu calon yang telah memborong semua partai sehingga akan menyulitkan calon-calon yang lain untuk mengikuti karena mereka hanya bisa mengikuti melalui jalur independen akan tetapi jalur ini sangat tidak mudah untuk dilaksanakan karena butuh waktu untuk mengumpulkan KTP dan harus ada pembuktian agar orang yang mendukung benar-benar mendukung. Dan dalam pembuktian ini sangat mudah disusupi dan diintimidasi kepada masyarakat yang menyerahkan KTP-nya itu.
Dan jika gubernur terpilih berasal dari sindikat politik atau modal politik dan jaringan politik dari pihak ketiga maka gubernur terpilih kerap disibukkan untuk mengalokasikan proyek-proyek besar kepada pengusaha yang pernah menjadi sponsornya. “Itu melalui proses tender bawah tangan dan memanipulasi kebijakan publik untuk melindungi pengusaha.
Dari pembahasan tersebut dapat kita simpulkan bahwa di dalam Pilkada terkandung sebuah filosofis dari sebilah keris yaitu sebagai lambang kekuasaan dan sebagai senjata untuk meraih kekuasaan kemudian berubah menjadi benda keramat, yang dipuja, artinya para kepala daerah terpilih akan terus melanggengkan kekuasaannya sampai ke anak cucunya supaya keluarga mereka akan terus dipuja-puja orang dan bisa juga sebagai lambang ikatan keluarga karena jika mereka memegang kekuasaan maka akan banyak yang mengaku saudara atau kerabat, tanda jasa agar dianggap paling berjasa dalam membangun daerahnya.
Sedangkan tanda pangkat atau jabatan adalah dengan mereka memerintah dan duduk di kursi kekuasaan sudah pasti mereka dalah orang yang berpangkat dan bisa memerintah dan berkehendak siapa saja yang akan diangkat sebagai pejabat di daerah itu.
*Mahasiswa STISIPOL Ali Haji
Jurusan Ilmu Pemerintahan
19102060
Comment