by

Pemerintah Kembangkan Budidaya Super Intensif Multi Manfaat dengan IPAL yang Baik

TAKALAR:– Tambak super insentif masih dianggap publik mempunyai dampak yang buruk terhadap lingkungan. Karena itu, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), mengembangkan budidaya super intensif yang terkendali, dengan produktivitas tinggi, multi manfaat, dan Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL) yang baik.

“Karena impresi publik menyatakan tambak super intensif ini masih membahayakan lingkungan. Ini Anda harus balik menjadi sebuah opportunity yang terkendali dan bisa diatasi. Jadi formula ini saya mohon bisa keluar sebagai suatu model. Segera kita tampilkan, ceritakan dari hulu ke hilir, disusun dijadikan suatu buku panduan. Buku panduan itu disebarkan ke semuanya dengan ada nama Prof. Rachman Syah (peneliti BRSDM) sebagai nama tokoh tambak udang super intensif yang terkendali,” ujar Kepala Badan Riset SDM (BRSDM) KKP Sjarief Widjaja, Sabtu (12/9/2020), dalam sambutannya secara daring pada panen udang vaname super intensif di Instalasi Tambak Percobaan (ITP) Punaga Takalar, milik Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan (BRPBAP3) Maros, Sulawesi Selatan.

Kepala BRPBAP3 Maros Indra Jaya Asaad menyampaikan, pihaknya selama 2013-2020 telah mengkaji beberapa aspek yang terkait dengan teknlogi budidaya udang vaname super intensif kepadatan mulai 500-1250 ekor/m2 dengan beberapa aspek kajian termasuk kajian desain IPAL. Teknologi dikembangkan di ITP Takalar, yang dirancang sebagai sarana penelitian dan pengembangan teknologi budidaya udang vaname super intensif yang ideal. Terdapat 12 petak super intensif dengan luasan masing-masing 1.000 m2. Hasil dari ujicoba budidaya udang vaname dengan berbagai padat penebaran sampai 1.250 ekor/m2 dengan produksi antara 3,48 sampai 12,2 ton/0,1 ha.

Menurut Indra, dalam budidaya udang vaname super intensif, dihadapkan pada masalah beban limbah budidaya yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan perairan. Karena itu kajian diarahkan pada aspek pengembangan perbaikan teknologi budidaya udang super intensif di antaranya dengan sistem budidaya udang progresif dan sistem colector sludge.

“Terima kasih kepada tim Peneliti BRPBAP3 Maros atas kegiatan riset yang dilakukan. Kajian teknologi tersebut diharapkan dapat memperbaiki sistem budidaya udang vaname dari aspek manajemen kualitas air terutama pembuangan sludge dan kotoran yang terbentuk selama budidaya, serta pemanfaatan compensatory growth dari udang sehingga dapat memperpendek masa pemeliharaan di fase pembesaran, menghindari waktu krisis di day of culture (DOC) 30-40, meningkatkan frekuensi penebaran melalui optimalisasi pemanfaatan lahan dan pola tebar atau siklus produksi, serta meningkatkan produksi dan efisiensi biaya,” ujarnya.

Ia menambahkan, saat ini penerapan dua teknologi tersebut telah memasuki umur 90 hari pemeliharaan, menggunaan tiga petak tambak ukuran masing-masing 1.000 m2 dengan estimasi total hasil produksi tiga petak sebanyak 15 ton, ukuran size sekitar 70 ekor/m2. Peningkatan produktivitas tambak udang vaname melalui aplikasi teknologi superintensif diharapkan turut berkontribusi pada peningkatan produksi udang nasional dan berdampak positif terhadap peningkatan penyerapan lapangan kerja, perluasan lapangan berusaha, peningkatan pendapatan dan penerimaan devisa negara, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan perairan kawasan pesisir agar dapat bermanfaat dan memberikan jasa lingkungannya secara berkelanjutan.

Menanggapi hal tersebut, Sjarief menyampaikan arahannya agar teknologi ini dapat dibuat juga untuk skala kecil, misalnya untuk luas lahan 100 m2. Selanjutnya pola tersebut diterapkan di masyarakat, termasuk di satuan-satuan pendidikan lingkup BRSDM, baik Sekolah Usaha Perikanan Menengah maupun Politeknik, yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. “Diharapkan satuan-satuan pendidikan tersebut dapat merangkul para alumninya untuk dapat mengimplementasikan teknologi tersebut di daerahnya masing-masing,”harapnya. (***)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.