Koalisi Partai NasDem, Partai PKS, dan Partai Demokrat
Penulis : Dwiky Azhar Setiadi
Mahasiswa Stisipol Tanjungpinang
Pencalonan Anies sebagai presiden di tahun 2024 berujung pada berkoalisinya partai NasDem, Partai Demokrat dan Partai PKS. Partai PKS dan Partai Demokrat merupakan oposisi dari pemerintahan sekarang.
Secara etika politik itu sangat bertentangan melihat kemungkinan jika Partai NasDem berkoalisi dengan kedua partai oposisi pemerintah tersebut. Oleh karenanya, beredar isu agar menteri yang berasal dari Partai NasDem untuk mengundurkan diri. Ini membuat partai besutan Surya Paloh tersebut belum sanggup menarik ketiga Menterinya dari kabinet Indonesia Maju.
Berkoalisinya ketiga partai tersebut membuat peta perpolitikan tanah air sangat berwarna. Pasalnya, partai NasDem adalah partai yang ikut membantu Presiden Jokowi dalam Pemilu 2019 silam. Kini partai tersebut justru mengusung Anies Baswedan yang notabene nya merupakan antitesa Presiden Jokowi.
Bergabungnya ketiga partai tersebut menjadi koalisi di Pemilu 2024 mendatang, muncul nama yang digadang-gadang akan berpasangan dengan Anies Baswedan. Disinyalir Anies akan berpasangan dengan Agus Harimurti Yudhoyono ketua umum Partai Demokrat.
Walaupun pendeklarasian dari partai Demokrat tentang siapa yang diusungnya di pemilu 2024 belum ada, setidaknya nama AHY lah yang sering terdengar dalam bakal calon presiden dari Partai Demokrat.
Keputusan Anies jika berpasangan dengan AHY, akan berdampak pada naiknya elektabilitas Anies Baswedan. Dengan menangnya Anies di Pilkada DKI 2017 membawa dampak baik terhadap meningkatnya minat pemilih terhadap Anies. Anies yang menggaet AHY memperoleh dukungan sekitar 30,5 persen. Survei ini diambil oleh Parameter Politik Indonesia (PPI) bertema “Hasil Survei Opini Publik Peta Politik Terkini Pilpres 2024”. Sosok AHY akan mewakili kaum kaula muda dan sosok Anies akan mewakili kaum intelek golongan tua.
Dampak Partai NasDem Mengusung Anies
Diusungnya Anies sebagi bakal calon presiden di pemilu 2024 oleh Partai Nasdem, akan berdampak pada susunan kabinet yang sekarang. Ada tiga nama menteri yang merupakan kader dari Partai NasDem, yakni Jhony G Plate, Syahrul Yasin Limpo dan Siti Nurbaya. Ketiga nama tersebut didesak mundur dari jabatannya karena partai pengusungnya diisukan bakal bertolak belakang dengan konsep politik pemerintahan sekarang.
Menurut pengamat politik, jika didalam sebuah pemerintahan ada yang bertolak belakang, maka akan berdampak pada tingkat efektifitas kinerja lembaga pemerintahan. Sosok Anies Baswedan yang merupakan antitesa dari Presiden Jokowi akan menimbulkan ketidak efektifan dalam sistem pemerintahan. Tak hanya didalam kabinet Jokowi, dampak buruk ini bisa saja hingga tingkat kebawah seperti gubernur, bupati, dan walikota. Kita ketahui bahwa nasdem adalah partai koalisi merah putih yang mana merupakan partai yang ikut membantu Presiden Jokowi menjadi presiden RI ke tujuh.
Pendekarasian yang diutarakan oleh Partai NasDem juga berdampak pada mundurnya beberapa kader Partai NasDem. Kader partai yang mundur memiliki pandangan bahwa Anies merupakan sosok yang menang di Pilkada DKI karena politik identitas. Mereka juga beranggapan bahwa Anies tidak memiliki prestasi yang cukup untuk dicalonkan sebagai Presiden di 2024. Dengan mundurnya para kader Partai Nasdem pasca pendeklarasian Anies sebagai presiden, menimbulkan suatu isu yang kita sebut dengan politik kutu loncat.
Fenomena ini kemungkinan saja bisa terjadi jika mundurnya kader Partai NasDem lantaran perbedaan pandangan politik dengan alasan idealisme atau hanya sekadar pragmatisme. Memang tidak ada undang-undang (UU) yang melarang. Namun, kelakuan para elite politik seperti itu, bisa merusak tatanan politik bangsa Indonesia.
Anies Baswedan merupakan Gubernur DKI Jakarta yang namanya dikenal oleh masyarakat Indonesia ketika ditahun 2017 memenangi Pilkada DKI. Dirinya menggantikan posisi Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta. Anies dikenal oleh masyarakat Indonesia karena kala itu dia pernah menjabat sebagai Mendikbud pada tahun 2019 awal. Kiprahnya didunia pendidikan membawanya sampai menduduki jabatan gubernur DKI Jakarta. Ini merupakan prestasi yang besar dalam dirinya. Tak ayal, jika partai nasdem tidak ragu untuk mendeklarasikan Anies sebagai calon presiden di tahun 2024.
Munculnya nama Anies Baswedan ditengah-tengah panasnya isu di Pemilu 2024 nanti, diprediksi jumlah pemilih NasDem di 2024 meningkat. Peningkatan ini setelah NasDem mencalonkan Anies sebagai Calon Presiden 2024 nanti. Hal ini berkaitan dengan meningatnya elektabilitas Anies ketika ia menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Survei yang dilakukan SMRC ini mengatakan bahwa dukungan dari pemilih Anies untuk Partai NasDem lebih kuat dibanding pemilih capres lain seperti Ganjar dan Prabowo. Dari pernyataan diatas dapat kita simpulkan bahwa Partai Nasdem mendapatkan keuntungan dari jumlah pemilih partainya setelah pendeklarasian Anies sebagai presiden.
Apabila Anies memang di Pemilu 2024 mendatang, tentu saja akan berdampak pada Partai Pengusungnya, yakni NasDem. NasDem akan meminta jatah lebih untuk para kader partainya dapat menduduki jabatan menteri. Strategi NasDem dengan cepat mengumumkan Anies sebagai Calon Presiden bukan tanpa sebab. Melihat potensi Anies yang pernah menang di Pilkada DKI, besar kemungkinan para pemilih Anies akan memilihnya lagi jika Anies menjadi Calon Presiden di 2024 mendatang. Momen ini tentu saja tidak disia-siakan oleh Partai NasDem, tak ayal jika NasDem sangat cepat dalam mengambil keputusan walaupun ada gejolak di internal partai maupun di eksternal partai.
Munculnya gejolak di eksternal partai membuat para kader dari partai petahana berpendapat bahwa sikap Partai NasDem sangat tidak mencerminkan elit politik yang beretika. Belum habis jabatan Presiden Jokowi sudah berani mengambil langkah yang terang terangan dapat menimbulkan perbedaan konsep politik. Padahal jika kita lihat secara seksama ada sejumlah nama menteri di kabinet Indonesia Maju yang digadang-gadang menjadi bakal calon presiden di 2024. Nama tersebut antara lain Airlangga Hartarto, Erick Tohir, Prabowo Subianto, dan sejumlah nama lainnya. Namun dari sejumlah nama tersebut belum ada yang berani secara terang-terangan mendeklarasikan menjadi calon presiden di 2024 mendatang.
Sudah bukan rahasia publik lagi kalau diantara menteri dikabinet ada yang ingin menjadi presiden kelak. Perlahan tapi pasti, mereka semua akan mendeklarasikan menjadi calon presiden di 2024. Ini yang seharusnya dicontoh oleh partai NasDem. Bukan tidak boleh untuk berkoalisi dengan oposisi. Akan tetapi waktu yang kurang tepat akan berdampak pada reputasi politik Partai NasDem.
Dinamika perpolitikan tanah air sangat beragam. Partai yang dulunya bertolak belakang, kini secara terang terangan bersatu untuk mencapai kepentingan politik diantara masing-masing partai. Warna ini menunjukkan bahwa tidak ada musuh yang abadi dan tidak ada teman yang sejati. Sikap para elit politik yang bermacam-macam mengisyaratkan kita agar selektif dalam memilih pemimpin yang benar-benar mumpuni. Pemilihan kader partai yang ingin menduduki menteripun sudah seharusnya dilakukan secara selektif. Sistem meritokrasi dalam pemilihan menteri dalam kabinet harus dilakukan. Ini bertujuan agar sistem pemerintahan kita berjalan secara efektif. Para elit politik juga diminta agar menunjukan etika berpolitik yang baik. Karena dengan beretika yang baik dapat mencontohkan ke masyarakat bahwa pemimpin itu sebagai suri tauladan.***
Comment