by

Rindunya Cium Pipi Kiri dan Kanan

-Opini-180 Views

Oleh : Robby Patria*

Jenderal ahli bedah AS, Jerome Adams, memperingatkan bahwa ini akan
menjadi “minggu paling sulit dan paling menyedihkan dalam kehidupan
kebanyakan orang Amerika”. Dia menambahkan, “Ini akan menjadi
momen Pearl Harbor kami, momen 9/11 kami.”

Dan Presiden Trump mengatakan, menunjuk tanda-tanda positif perubahan Eropa sebagai suar harapan. “Kami mulai melihat cahaya di
ujung terowongan,” katanya, setelah beberapa menit sebelumnya
membunyikan nada muram karena hari-hari mendatang Amerika akan
menanggung puncak pandemi yang mengerikan, (The Guardian).

Total kematian AS mendekati 10.000 lebih dari tiga kali lipat dari jumlah yang tewas dalam serangan 11 September di World Trade Center di New York. Ada 337.000 infeksi di seluruh negeri pada hari Minggu malam. Tepat satu bulan yang lalu negara itu telah mengkonfirmasi hanya 214 kasus, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit. Dalam satu bulan korona bisa tembus 300 ribuan. Negara maha kuat itu was was. Padahal mereka memiliki fasilitas kesehatan dianggap baik dibandingkan negara lain.

Di Indonesia sejak diumumkan Presiden Joko Widodo 2 Maret, jumlah positif lebih dari sebulan sudah menembus 2.200an. Banyak yang beranggapan, kecilnya angka Indonesia karena jumlah yang dites sedikit.

Sehingga ketahuan positif pun minim. Dan terbukti Indonesia jauh di bawah negara lain yang sudah melakukan tes massa. Presiden pun menyebutkan Indonesia belum masuk 10 besar negara dengan kasus terbanyak seperti Amerika, Italia, Spanyol, hingga China. Tapi walau jumlah kita masih sedikit, tingkat rasio kematian kita tertinggi di dunia. Menembus 8 persen dari jumlah penderita.

Jawa Barat yang jumlah penduduk 40 juta, mereka yang dites baru 15 ribu diketahui 667 positif. Bandingkan dengan Korea Selatan dengan jumlah penduduk 51 juta orang, jumlah warga yang telah menjalani tes Covid-19 mencapai 300 ribuan. Indonesia saat ini, diperkirakan hanya sekitar 50 ribuan mengikuti tes dengan menggunakan alat rapid test maupun polymerase chain reaction (PCR). Dan tercatat 2 ribuan.

Adalah Ridwan Kamil Gubernur Jawa Barat itu yang khwatir angka sebenarnya di Jabar lebih besar dari yang ada saat ini. Sehingga dia meminta pemerintah pusat lebih menambah sebanyak banyaknya alat tes untuk mengetahui sebaran covid. Minimal 2 juta yang sudah dites di seluruh Indonesia.

Sedangkan di DKI, berdasar data Pemprov DKI, hingga tanggal (3/4) baru 20.532 orang yang telah menjalani rapid test. Dari jumlah itu, ada 2,1 persen atau sekitar 428 orang yang dinyatakan positif korona. Ketika rapat dengan Wapres, Anies memproyeksi di DKI sudah ada 4000 kasus.

Bukan angka yang kecil. Wajar Anies ingin melakukan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB). Dengan harapan jika Karantina Wilayah tidak disetujui, maka PSBB bisa mengurangi penyebaran virus korona di DKI.

Lembaga terkemuka baik UI dan UGM hingga ITB memprediksi Indonesia bisa menembus ribuan orang yang terkena virus jika penanganan tidak maksimal. Bisa menembus 100 ribuan. Badan Intelijen Negara memprediksi Indonesia bisa di angka 100 ribuan. Oleh karena itu, dua kebijakan social distancing harus digalakkan. Dan memastikan setiap warga yang keluar rumah harus menggunakan masker. Baik yang terbuat dari kain maupun masker medis.

Pernyataan Menkes Terawan yang pakai masker untuk yang sakit saja dicabut. WHO meminta siapapun keluar rumah harus pakai masker.

Jelang Ramadan

Kementerian Agama pun membuat aturan mengenai salat tarawih selama
Ramadan yang biasa dilakukan di masjid, harus dilakukan di rumah masing masing. Kebijakan itu agar dipahami publik supaya warga tidak
memaksakan diri salat sunnah di masjid.

Ulama kondang Indonesia Ustad Abdul Somad misalnya mengatakan, dalam situasi wabah saat ini kita melaksanakan sunnah lainnya yakni salat di rumah masing masing. Karena itu memilih kebaikan lain di situasi yang berbahaya saat ini jika tetap melaksanakan salat di masjid atau surau.

Seluruh negara di dunia, pertama kali sejak perang dunia kedua, kita harus melaksanakan ibadah di rumah masing masing. Bahkan krisis ekonomi akan terjadi kali ini dianggap paling parah sejak perang dunia kedua. Karena setiap negara harus memberikan seluru kekuatan yang dimiliki menyelamatkan warga negara di tengah macetnya sistem
produksi pabrik, invetestasi, dan kegiatan industri lainnya.

Albrecht Ritschl adalah professor sejarah ekonomi dan bekerja sebagai guru besar di London School of Economics menyebutkan, kondisi dunia saat ini yang terjadi adalah turunnya permintaan, turunnya produksi, pengangguran massal, krisis keuangan, lalu biasanya krisis utang negara.

Sama dengan kondisi terdekat adalah situasi ekonomi perang. Selama
perang dunia, restoran dan toko-toko kecil ditutup di mana-mana. Alasannya, pemerintahan ingin membebaskan sumber daya untuk ekonomi perang. Sekarang ini bukan situasi perang, itu perbedaan besarnya. Tapi di beberapa daerah, ekonomi bisa menyusut sama
parahnya. Pada masa perang, beberapa sektor ekonomi anjlok hingga
70%. (Deutsche Welle).

Dunia sedang istirahat dari proses produksi yang memang tinggi aktivitas.
Langit Jakarta maupun Tanjungpinang mulai menunjukkan warna biru.
Ayah dan anak yang biasanya hanya ketemu malam hari di karena kerja
terus, saat ini bisa bertemu 24 jam. Kerja dari rumah mempererat hubungan. Guru dan dosen mengajar dengan tatap muka melalui daring. Tidak ketemu langsung. Rumah makan sepi. Pembeli membawa pulang makanan.

Warga di benua Eropa, Asia dan Amerika lebih dari 50 ribu nyawa sudah tercabut dari raganya. Ramadan 2020 tidak pernah dibayangkan melaksanakan salat tarawih tanpa didahului kultum singkat 10 menit. Suara suara ceramah yang keluar dari corong corong masjid yang biasanya sahut menyahut sepertinya hilang. Tak ditemukan bazar Ramadhan di semua daerah. Dan baru kali ini seumur umur melihat Masjidil Haram, sepi. Pun Paus di Vatikan menyampaikan kutbah dalam suasana sepi.

Kita memang membentuk kebiasaan baru. Kasus flu Spanyol, perang dunia kedua dan covid-19 terpaksa membentuk kebiasaan baru bagi warga. Kerja dari rumah bukan lagi hal baru. Rapat rapat menggunakan teknologi tidak tatap muka mulai banyak dipamerkan di media sosial oleh pejabat pemerintah atau pekerja swasta yang tidak perlu berjemur.

Tapi, mereka yang terpaksa harus mencari rezeki di luar rumah tidak ada
kata berhenti. Inilah kalangan yang harusnya mendapatkan bantuan
maksimal dari pemerintah. Denmark misalnya memberikan bantuan lebih
dari 160 juta kepada warga mereka model seperti ini selama masa
musibah.

Ya, Indonesia sudah menyiapkan dana 400 triliun lebih untuk mengatasi masalah sosial di masyarakat. Dana itu tentu diharapkan menjadi jaring pengamanan sosial. Kepala daerah, yang batal pilkada, jangan khawatir, gunakan dana APBD untuk bantuan sosial masyarakat. Tunda saja perjalan dinas, dan proyek fisik yang masih bisa ditunda. Jangan sampai ada warga yang kelaparan karena tidak makan. Negara harus hadir untuk mereka.

Semoga Covid 19, berlalu dan kita kembali ke hidupan yang penuh dengan silaturahmi. Bersalaman, berciuman pipi kiri dan kanan. Tentu kita merindukan waktu bercengkrama dengan tetangga seperti Ramadan tahun lalu.

*Penulis : Akademisi

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.